Meskipun tiap operator GSM telah memiliki alokasi frekuensi masing-masing, masih banyak dijumpai kasus dimana operator menggunakan frekuensi yang bukan haknya.
Ini masalah serius; sebab bagi operator, frekuensi adalah sarana poduksi seperti halnya tanah bagi petani. Bagi seorang petani, output produksi dan dengan demikian penghasilannya akan ditentukan oleh seberapa luas tanah yang dimilikinya –dengan asumsi pengolahan lahan produksi tersebut menggunakan metode yang sama.
Demikian juga dengan operator: semakin lebar alokasi frekuensi yang dimikinya semakin tinggi potensi jumlah pelanggan yang dapat dilayaninya -dan dengan demikian revenue dari operator tersebut.
Oleh karena itu, pemakaian frekuensi milik operator tertentu oleh operator lain akan mengurangi potensi revenue yang dapat dihasilkan oleh operator pemilik. Maka, masalah ini tidak bisa ditoleransi dan wajar apabila setiap operator akan mengawasi penggunaannya secara ketat.
Namun, di lapangan, operator-operator sering kebobolan: operator-operator ini baru menyadari, setelah sekian waktu, frekuensi miliknya telah dipakai operator lain. Di pihak lain, operator yang memakai frekuensi yang bukan miliknya merasa tidak melakukan pelanggaran.
Kerap terjadi juga, katakanlah operator A, melayangkan surat pemberitahuan kepada operator B mengenai frekuensi miliknya yang dipakai oleh operator B tanpa menyadari bahwa sang operator A itu sendiri memakai frekuensi milik operator B.
Frekuensi-frekuensi yang bermasalah ini biasanya frekuensi-frekuensi pada batas spektrum masing-masing operator, sama halnya area perbatasan suatu negara potensial menjadi sumber konflik teritorial antar negara.
Akar Masalah
Beberapa faktor penyebab masalah yang dapat disebutkan di sini antara lain: kurangnya atau tidak mudahnya mengakses informasi resmi dari Regulator, identifikasi kanal frekuensi yang tidak seragam dan kurangnya komunikasi dan koordinasi lintas operator dan juga antara Regulator dan operator.
Pertama, kurangnya atau tidak mudahnya mengakses informasi resmi dari Regulator berkenaan alokasi frekuensi per operator. Jika informasi resmi tersedia, para operator, dalam hal ini teknisi di lapangan, akan dengan mudah melakukan pengecekan alokasi frekuensi per operator; dengan demikian, pemakaian frekuensi secara ilegal, dengan alasan apapun, dapat dicegah atau dengan mudah diidentifikasi.
Contohnya, ketika meriset tulisan ini tidak ada informasi apapun mengenai alokasi resmi frekuensi per operator GSM yang didapatkan dari situs web Regulator. Dengan mesin pencari Google, juga sama nihilnya yang menunjukkan bahwa tidak ada satu pun informasi yang sama disediakan oleh operator atau para praktisi GSM itu sendiri.
Kedua, identifikasi kanal frekuensi yang tidak seragam. Seperti diketahui, satuan frekuensi adalah Hertz; oleh karena alokasi frekuensi GSM berada pada kisaran miliaran Hertz maka alokasinya sering didahului dengan prefiks Mega (seperseribu miliar) sehingga menjadi Mega Hertz, disingkat MHz. Misalnya, alokasi frekuensi untuk GSM900 memaksudkan alokasi frekuensi pada spektrum 900-an MHz dan GSM1800 memaksudkan alokasi frekuensi pada spektrum 1800-an MHz.
Pada prakteknya, para teknisi GSM di lapangan bekerja tidak dengan menggunakan alokasi frekuensi dalam satuan MHz tapi dengan bilangan bulat positif yang disebut sebagai Absolute Radio Frequency Channel Number atau disingkat ARFCN. Ini merupakan lingua franca bagi para praktisi GSM. Dengan menggunakan ARFCN, frekuensi operator mudah diingat dan lebih praktis, terutama ketika menggunakan peralatan ukur. Masih lebih gampang misalnya menyebutkan alokasi frekuensi untuk Operator A dari kanal 51 sampai 87 dibandingkan dari 945.2 MHz sampai 952.4 MHz; atau memasukkan angka 51 ke dalam peralatan dibandingkan harus mengingat dan memasukkan 945.2 MHz.
Permasalahan bertambah apabila pihak Regulator hanya mengalokasikan frekuensi dalam satuan MHz tapi tidak dalam nomor kanal ARFCN padanannya sehingga para teknisi harus melakukan mapping frekuensi sendiri dari MHz ke ARFCN yang bisa saja berbeda dalam hal metode per-mapping-an dengan operator lain sehingga menghasilkan alokasi ARFCN yang berbeda pula terutama untuk kanal-kanal ARFCN pada frekuensi batas.
Belakangan dalam artikel ini akan dibahas langkah-langkah dalam melakukan mapping frekuensi dari MHz ke nomor kanal ARFCN.
Alokasi Frekuensi Operator GSM di Indonesia
Alokasi frekuensi GSM yang dipakai di Indonesia sama dengan yang dipakai di sebagian besar dunia terutama Eropa yaitu pada pita 900 MHz, yang dikenal sebagai GSM900, dan pada pita 1800 MHz, yang dikenal sebagai GSM1800 atau DCS (Digital Communication System), seperti yang ditunjukkan di Gambar 1 berikut:
Frekuensi downlink adalah frekuensi yang dipancarkan oleh BTS-BTS untuk berkomunikasi dengan handphone-handphone pelanggan dan juga menghasilkan apa yang disebut sebagai coverage footprint operator sedangkan frekuensi uplink adalah frekuensi yang digunakan oleh handphone-handphone pelanggan agar bisa terhubung ke jaringan.
Untuk uplink, alokasi frekuensi GSM900 dari 890 MHz sampai 915 MHz sedangkan untuk downlink dari 935 sampai 960 MHz. Perhatikan, dalam frekuensi MHz, baik uplink maupun downlink memiliki alokasi frekuensi yang berbeda, namun dengan penomoran kanal ARFCN keduanya sama karena kedua-duanya adalah pasangan kanal dupleks yang dipisahkan selebar 45 MHz.
Lebar pita spektrum GSM900 sendiri adalah 25 MHz dan penomoran kanal ARFCN-nya dimulai dari 0 dan seterusnya; dengan lebar pita per kanal GSM adalah 200 kHz (0.2 MHz) maka jumlah total kanal untuk GSM900 adalah 25/0.2 = 125 kanal. Namun tidak semua kanal ini dapat dipakai: ada dua kanal yang harus dikorbankan sebagai system guard band pada kedua ujung batas spektrum masing-masing yaitu ARFCN 0 di batas bawah dan ARFCN 125 untuk batas atas. Jadi ARFCN efektif yang dipakai untuk GSM900 adalah ARFCN 1 sampai 124.
Untuk GSM1800 (DCS) alokasi frekuensi uplink-nya dari 1710 MHz-1785 MHz sedangkan downlink dari 1805 MHz sampai 1880 MHz dimana alokasi frekuensi antara uplink dan downlink terpisah selebar 95 MHz. Dengan demikian, berbeda dengan GSM900, GSM1800 memiliki lebar pita kurang lebih 3 kali lebih lebar dibanding GSM900. untuk GSM1800 penomoran kanal ARFCN-nya dimulai dari 511 dan berakhir 886 (375 kanal total, 3 kali lebih banyak dari GSM900) dimana 511 dikorbankan sebagai system guard band pada ujung bawah dan 886 dipakai sebagai system guard band pada ujung atas.
Di Indonesia, ada lima operator GSM (Telkomsel, Indosat, XL, Axis dan Three) yang mengantongi ijin operasi. Alokasi frekuensinya ditunjukkan oleh Gambar 2 dan 3 (Data diberikan oleh “sumber yang dapat diandalkan”). Seperti yang ditunjukkan oleh Gambar-Gambar tersebut, hanya tiga operator yang mendapat alokasi frekuensi untuk pita GSM900 sedangkan untuk pita GSM1800 semua operator kebagian.
Tabel 1 berikut menunjukkan total alokasi frekuensi yang dimiliki masing-masing operator GSM di tanah air. Terlihat bahwa Telkomsel dan Indosat memiliki jumlah frekuensi terbanyak sedangkan Three paling sedikit, dengan rasio 3:1.
Mapping Frekuensi ke Nomor Kanal ARFCN
Oleh karena ada bermacam-macam pita spektrum GSM yang dipakai di seluruh dunia, penjelasan langkah-langkah mapping frekuensi berikut akan mengacu pada alokasi frekuensi sebagaimana yang ditunjukkan oleh Gambar 1.
Langkah-langkahnya dapat diringkaskan sebagai berikut (berlaku untuk alokasi frekuensi uplink maupun downlink):
- 1) Tentukan frekuensi yang merupakan batas bawah dari pita spektrum
- 2) Tentukan nomor kanal ARFCN untuk frekuensi batas bawah tersebut
- 3) Gunakan rumus berikut untuk melakukan mapping:
ARFCN = kanal ARFCN untuk frekuensi batas bawah + (frekuensi MHz – frekuensi batas bawah dalam MHz)/lebar pita per kanal dalam MHz (0.2 MHz)Untuk GSM900 rumus di atas dapat ditulis ulang sebagai berikut:
- Uplink……: ARFCN = 0 + (fMhz – 890)/0.2
- Downlink: ARFCN = 0 + (fMHz – 935)/0.2
Sedangkan untuk GSM1800:
- Uplink……: ARFCN = 511 + (fMhz – 1710)/0.2
- Downlink: ARFCN = 511 + (fMHz – 1805)/0.2
Dimana fMHz adalah kanal frekuensi dalam MHz yang akan dicarikan nomor kanal ARFCN-nya.
Contoh 1 (GSM900): Cari nomor kanal ARFCN untuk frekuensi 900.2 MHz (uplink); sesuai penjelasan sebelumnya:
- 1) Frekuensi batas bawah GSM9000 = 890 MHz
- 2) Nomor kanal ARFCN untuk frekuensi 890 MHz = 0
- 3) Menggunakan rumus:
- ARFCNuplink = 0 + (900.2-890)/0.2 = 0 + 10.2/0.2 = 51.
Pasangan nomor kanal ARFCN dupleks downlink-nya adalah sebagi berikut:
Karena diketahui frekuensi uplink = 900.2 MHz; maka, frekuensi downlink-nya = frekuensi uplink + 45 MHz = 900.2 + 45 = 945.2 MHz. Dengan frekuensi batas bawah downlink = 935 MHz, maka:
- ARFCNdownlink = 0 + (945.2-935)/0.2 = 0 + 10.2/0.2 = 51.
Jadi frekuensi 900.2 dan 945.2 MHz akan memiliki nomor kanal ARFCN 51.
Contoh 2 (GSM1800): Cari nomor kanal ARFCN untuk frekuensi 1745.2 MHz (uplink); sesuai penjelasan sebelumnya:
- 1) Frekuensi batas bawah GSM9000 = 1710 MHz
- 2) Nomor kanal ARFCN untuk frekuensi 1710 MHz = 511
- 3) Menggunakan rumus:
ARFCNuplink = 511 + (1745.2-1710)/0.2 = 511 + 35.2/0.2 = 511 + 176 = 687
Pasangan nomor kanal ARFCN dupleks downlink-nya adalah sebagi berikut:
Karena diketahui frekuensi uplink = 1745.2 MHz; maka, frekuensi downlink-nya = frekuensi uplink + 95 MHz (bukan 45 MHz seperti GSM900) = 1745.2 + 95 = 1840.2 MHz. Dengan frekuensi batas bawah downlink = 1805 MHz, maka:
ARFCNdownlink = 511 + (1840.2-1805)/0.2 = 511 + 35.2/0.2 = 511+ 176 = 687
Jadi frekuensi 1745.2 dan 1840.2 MHz akan memiliki nomor kanal ARFCN 687.
Alokasi Frekuensi Operator GSM Dalam ARFCN
Mengikuti langkah-langkah ini, alokasi frekuensi operator GSM di Indonesia sebagaimana yang ditunjukkan oleh Tabel 2 and 3 dapat di-mapping-kan ke nomor kanal ARFCN sebagai berikut:
Alokasi frekuensi GSM900:
Jika langsung di-mapping-kan dari alokasi frekuensi awal, Indosat akan memiliki kanal ARFCN 0 sampai 50, Telkomsel 50 sampai 87.5 dan XL 87.5 sampai 125.
Namun dengan hasil ini, paling tidak ada 3 masalah yang akan muncul: pertama, seperti dijelaskan sebelumnya, kanal 0 dan kanal 125 harus dikorbankan sebagai system guard band (pada kebanyakan peralatan kanal ARFCN 0 dan kanal 125 secara otomatis dihilangkan); kedua, dua operator tidak bisa memiliki kanal ARFCN yang sama dan ketiga tidak ada nomor kanal ARFCN dalam bilangan pecahan desimal (fractional decimal); nomor kanal ARFCN harus dalam bilangan cacah (positive ineteger plus zero).
Sehingga, untuk menghindari potensi tiga masalah tersebut, alokasi frekuensinya dikoreksi sebagai berikut: Indosat kanal ARFCN 1 sampai 49, Telkomsel kanal ARFCN 51-87 dan XL 88 sampai 124, seperti ditunjukkan oleh Tabel 2 pada baris “Koreksi ARFCN”.
Perhatikan, kanal ARFCN 50 harus dikorbankan oleh Indosat dan Telkomsel untuk menjadi guard band mereka sehingga ARFCN 50 tidak bisa digunakan oleh salah satu atau kedua operator ini. Karena tidak ada ARFCN 87.5 maka Telkomsel harus mundur menjadi 87 dan XL 88.
Alokasi frekuensi GSM1800:
Jika langsung di-mapping-kan dari alokasi frekuensi awal, XL akan memiliki kanal ARFCN 511 sampai 548.5; Indosat 548.5-573.5, 711-786; Telkomsel 573.5-611, 686-711, 786-836; Axis 611-686 dan Three 836 sampai 886.
Seperti dijelaskan pada bagian GSM900, untuk menghindari permasalahan legal dan teknis, alokasi nomor kanal ARFCN-nya dikoreksi menjadi seperti Tabel 3 pada baris “Koreksi ARFCN”, yaitu: XL ARFCN 512 (511, system lower guard band) sampai 548; Indosat 549-573, 712-785; Telkomsel 574-610, 687-710, 787-835; Axis 612-685 dan Three 837 sampai 885 (886, system upper guard band). Menarik, dari Keputusan Direktur Jenderal Pos Dan Telekomunikasi No. 73/DIRJEN/2001 tertanggal 10 Mei 2001 telah ditetapkan kanal ARFCN 611, 711, 786 dan 861 sebagai guard band. Tiga guard band pertama telah masuk pada koreksi pada Tabel 3 di atas kecuali ARFCN 861 yang sebenarnya tidak perlu, pada kondisi alokasi saat ini, karena baik ARFCN 860 and 862 (frekuensi tetangga dari 861) adalah milik Three sendiri.
Tabel 4 berikut meringkaskan beberapa ARFCN yang sering bermasalah karena ketidakjelasannya alokasi frekuensi.
Koordinasi Lintas Operator
Faktor ketiga yang menyumbang pada permasalahan alokasi frekuensi ini, seperti disinggung di atas, adalah kurangnya koordinasi lintas operator dan juga koordinasi antara operator dan Regulator itu sendiri. Oleh karena itu, koordinasi lintas operator mendesak untuk diadakan. Operator perlu duduk bersama membahas isu yang ada untuk kemudian menghasilkan kesepakatan yang disetujui semua pihak. Langkah ini penting untuk memberikan kepastian kepada tiap-tiap operator terutama para teknisi yang berniat baik yang bekerja di lapangan.
Apa yang telah dipaparkan di artikel ini merupakan langkah awal dalam mencari kesepakatan dan kepastian itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar